........Assalamu’alaikum Ya Ulil-Albab........

The Reason Lyrics - Hoobastank

Banyak orang yang bertanya,
Kenapa Bintang selalu menerangi bumi?

Cause The Star has a Reason.. :)


"The Reason"

I'm not a perfect person
There's many things I wish I didn't do
But I continue learning
I never meant to do those things to you
And so I have to say before I go
That I just want you to know

I've found a reason for me
To change who I used to be
A reason to start over new
and the reason is you

I'm sorry that I hurt you
It's something I must live with everyday
And all the pain I put you through
I wish that I could take it all away
And be the one who catches all your tears
Thats why I need you to hear

I've found a reason for me
To change who I used to be
A reason to start over new
and the reason is You

and the reason is You
and the reason is You

and the reason is You

I'm not a perfect person
I never meant to do those things to you
And so I have to say before I go
That I just want you to know

I've found a reason for me
To change who I used to be
A reason to start over new
and the reason is you

I've found a reason to show
A side of me you didn't know
A reason for all that I do
And the reason is you


************

Bintang akan tetap selalu bersinar menerangi bumi
Meski terkadang sinarnya tak tampak karena tertutup oleh awan
Tapi percaya dan yakinlah ia kan selalu ada
Bersinar*



0 komentar:

" Berkomentarlah dengan bijak " :)

Akad Nikah Via-Online

              Coba buat dan ngirim artikel ke Media Massa,semoga bisa ke-publish.


Akad Nikah Via-Online,Bolehkah??????

Pernikahan merupakan salah satu dari sekian banyak sunnatullah yang disyari’atkan Allah kepada manusia baik laki-laki maupun perempuan dan antara laki-laki dengan perempuan sebagai khalifah di bumi. Pernikahan merupakan suatu ikatan antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahrom di mana segala sesuatu yang asal mulanya haram di lakukan menjadi halal dilakukan,segala sesuatu yang asal mulanya dilarang untuk melakukannya diantara kedua belah pihak menjadi sesuatu yang diperintahkan diantara keduanya.

Namun seiring berjalannya waktu,seiring dengan majunya peradaban dan teknologi ada juga yang menggunakan perkembangan tekhnologi ini untuk melakukan akad pernikahan entah itu melalui telepon,internet,maupun media komunikasi yang lain.Lalu bagaimanakah hukum pernikahan Via Online menurut perspektif Islam??

Adapun sebelum kita melangkah lebih jauh tentang permasalahan ini ada baiknya perlu kita bahas terlebih dahulu mengenai rukun dan syarat nikah yang telah ditetapkan oleh para ulama terdahulu sebagai tolak ukur diterima (sah) atau tidaknya suatu pernikahan. Adapun dalam kitab Fathu al-Qorib karya Syekh Syamsuddin Abu ‘Abdillah Muhammad bin Qasim al-Syafii tentang rukun dan syarat-syarat nikah disebutkan : adanya calon suami dan calon istri yang saling rela antara satu dengan yang lainnya,adanya Shighat akad nikah atau ijab qobul dan adanya 2 orang saksi yang adil serta adanya wali dari pihak calon istri. Selain itu hendaknya Wali dan dua orang saksi harus memenuhi 6 syarat diantaranya : Islam,Baligh,Berakal (tidak gila),Bebas (merdeka),dan Adil.Yang mana dari keenam syarat tersebut antara satu dengan yang lain harus ada dan saling melengkapi. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Daruqutni,dan Ibnu Majjah dari Ibnu ‘Abbas dan ‘Aisyah ra, Rasulullah saw bersabda : “ Tidak sah suatu pernikahan apabila tanpa wali yang cerdas dan dua saksi yang adil “ Sedangkan dalam madzhab maliki selain dari 5 syarat yang telah disebutkan di atas terdapat penambahan mahar sebagai syarat sahnya nikah.

Peng-interpretasian para ulama dalam menanggapi hadits tentang perwalian di atas berbeda-beda ada yang setuju dan ada pula yang kurang sependapat dengan hadits di atas. Madzhab Hanafiyyah misalnya,dalam hal perwalian dalam pelaksanaan akad nikah imam hanafi tidak memasukkan harus adanya wali sebagai syarat sahnya suatu akad pernikahan.Pendapat hanafi ini didasarkan pada interpretasi imam hanafi dalam memahami hadits di atas.Sedangkan menurut pendapat imam as-Syafii adanya wali dalam akad nikah merupakan syarat sahnya suatu pernikahan.

Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa rukun dalam pernikahan adalah adanya calon suami-istri, adanya wali dari pihak perempuan, adanya saksi sekurang-kurangnya dua orang, dan ijab-kabul. Pada konteks pernikahan via-online kesemua rukun diatas telah terpenuhi dan kedua mempelai siap untuk dinikahkan. Dan di dalam syarat sahnya suatu pernikahan terdapat akad nikah yang harus dilakukan diantara kedua belah pihak. Adapun syarat sahnya suatu akad antara lain: (1) Shoriih al-Ijab atau Jelasnya dalil ijab atas kabul (2)muwafiq al-Qabul li al-Ijab atau Qabul yang sesuai dengan Ijab (3) Fi mauqi’in wahidin atau Akad dilakukan pada satu majelis (waktu).

Pada pelaksanaan akad nikah,pengucapan ijab dan qabul diharuskan dilakukan secara sharih atau jelas dan dapat dimengerti oleh semua yang hadir. Kalimat yang digunakan diharuskan diucapkan secara langsung dan tidak menggunakan istilah ataupun perumpamaan-perumpamaan yang sulit dipahami. Selain itu jawaban qabul harus sesuai dengan ijab yang telah diucapkan oleh wali dari calon istri dan jawaban qabul harus segera diucapkan setelah pelaksanaan ijab. Adapun yang terakhir adalah pelaksanaan akad harus dalam satu majlis.
Dalam hal akad nikah,para ulama fiqih sepakat bahwa pelaksanaan akad nikah harus dilakukan dalam satu majlis. Akan tetapi para ulama berbeda pendapat dalam menginterpretasi dan memahami makna dari ungkapan dalam satu majlis tersebut. Dalam madzhab as-Syafi’iyyah ungkapan dalam satu majlis ini dimaknai secara dhahiriyyah, dalam arti semua pihak yang melaksanakan akad harus berada pada satu tempat yang secara tidak langsung tentu harus dilakukan dalam satu waktu yang sama. Sedangkan para ulama madzhab hanbali memahami ungkapan dalam satu majlis itu dengan satu waktu,dalam arti pelaksanaan akad tidak mamperdulikan keterikatan tempat.

Jika dititik tolakkan pada kedua pendapat di atas dan dilihat dari syarat sahnya suatu akad maka,diisinilah sebenarnya letak titik permasalahan yang ada dalam pernikahan yang dilaksanakan secara via-online. Pada era teknologi yang serba canggih ini, khususnya dalam penggunaan  fasilitas internet secara via-online , kita dapat bertatap muka dan berkomunikasi dengan lawan bicara kita seperti halnya kita bertemu dan berkomunikasi dengan lawan bicara kita secara langsung. Menurut pandangan madzhab hanbali,hal ini tentu tidak akan mengurangi syarat sahnya suatu akad nikah seperti yang telah dijelaskan diatas, karena pada intinya ijab dan qabul dalam hal ini dapat dilakukan secara jelas asalkan dilaksanakan pada satu waktu dan calon istri, wali serta para saksi bisa melihat kehadiran calon suami  secara via-online. Sedangkan menurut pendapat ulama syafi’iyyah, pernikahan yang dilaksanakan secara via-online ini tentu belum memenuhi syarat sahnya suatu akad nikah,karena pada intinya akad nikah yang dilakukan dengan cara yang seperti ini tidak terikat tempat (tidak dalam satu tempat) dan orang yang bersangkutan tidak ber-talaqqi dan musyafahah (tidak bertemu dan mengucapkan akad nikah secara langsung) dalam pelaksanaan akad tersebut.

Jadi dilihat dari rangkaian pendapat para ulama terkait permasalahan ini dapat disimpulkan bahwa, dalam menetapkan hukum pernikahan secara via-online, dari kalangan ulama fiqhiyyah terbagi menjadi dua pendapat, pendapat pertama mengatakan bahwa jenis pernikahan seperti ini  hukumnya sah-sah saja dengan dasar kata “majelis” dimaknai dengan “satu waktu”, dalam arti, yang terpenting akad nikah masih dalam satu waktu tanpa harus terikat dengan suatu tempat .Sementara pendapat yang kedua mengatakan bahwa jenis pernikahan seperti ini  hukumnya tidak sah dengan dasar kata “majlis” dimaknai dengan “suatu tempat”. Dalam arti, akad harus dilakukan dalam satu tempat di mana kedua belah pihak bisa saling bertemu secara langsung.

Dan adapun mengenai proses  jabat tangan antara wali atau penghulu dengan calon suami dalam akad nikah, secara mantuq atau eksplisitnya belum  ditemukan dalil yang sesuai. Namun secara mafhum atau implisitnya telah cukup banyak ditemukan dalil-dalil yang sesuai. Dan adapun diantaranya adalah dalil tentang jabat tangan dalam bai’at (janji suci) sebagaimana terdapat pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim,bahwa Rasulullah saw bersabda : “ Barang siapa yang membaiat seorang imam (pemimpin) sambil menjabat tangannya,maka hendaklah ia menaati semampunya “. (HR.Muslim)

                  Sekalipun belum ditemukan dalil yang sesuai tentang jabat tangan dalam akad nikah,namun jika dilihat dari segi fungsionalnya tradisi jabat tangan dalam akad nikah amat bernilai positif karena disamping mendapat ampunan dari Allah swt dan dapat mempengaruhi ikatan bathiniyyah antara kedua belah pihak yang berakad layaknya keduanya sedang berbai’at, tradisi jabat tangan dalam akad pernikahan juga dapat memperkokoh keyakinan calon suami atas keputusan yang ia ambil sebagai calon imam (pemimpin) bagi calon istrinya.

Dari keterangan di atas,dilihat dari segi manfaat dan nilainya dapat disimpulkan bahwa hendaknya kita sebagai seorang muslim dapat menentukan mana diantara kedua pendapat  yang paling baik bagi diri kita. Selain itu hendaknya kita sebisa mungkin menjauhi hal-hal yang belum jelas hukumnya secara substansinya.

Demikian juga dengan akad nikah yang dilaksanakan secara via-online ini,terkait dari substansinya yang belum jelas hukumnya dan menimbulkan keraguan dan perbedaan dari kalangan ulama ,maka dari itu hendaknya sebisa mungkin pelaksanaan akad nikah secara via-online seperti ini  tidak dilakukan, karena selain sebab belum diketahui sah-tidaknya  akad nikah. Dari akad nikah ini juga akan timbul keraguan apakah kedua calon suami-istri itu adalah benar-benar calon mempelai yang sesungguhnya atau hanya sebuah rekayasa tekhnologi belaka.

Maka dari pada itu alangkah baiknya apabila suatu pernikahan itu   dilaksanakan setelah kedua calon mempelai tersebut benar-benar siap serta dapat dipertemukan dan disatukan sehingga suatu akad nikah dapat dilakukan secara lazim sesuai dengan apa yang telah disyari’atkan oleh nabi.

Wallahu ‘Alam bi as-Showab...

Moch. Ilham
Alumni Pondok Modern Al-Islam Nganjuk
Mahasiswa jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IAT) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


4 komentar:

" Berkomentarlah dengan bijak " :)

Lirik lagu Puisi Jikustik

            

              Bernyanyi kadang bisa menghibur hati,bernyanyi kadang juga merupakan suatu cara bagi seseorang untuk mengutarakan isi hatinya, nah bagi yang kangen dengan Puisinya jikustik,Simak aja dehh.. :)

*Puisi*

Aku yang pernah engkau kuatkan

Aku yang pernah kau bangkitkan
Aku yang pernah kau beri rasa

Saat ku terjaga

Hingga ku terlelap nanti
Selama itu aku akan selalu mengingatmu

********

Kapan lagi kutulis untukmu
Tulisan-tulisan indahku yang dulu
Pernah warnai dunia
Puisi terindah ku hanya untukmu

Mungkinkah kau kan kembali lagi

Menemaniku menulis lagi
Kita arungi bersama
Puisi terindahku hanya untukmu


" Semoga puisi itu abadi "

Najma*


0 komentar:

" Berkomentarlah dengan bijak " :)

Kisah-kisah dalam Al-Qur'an (Al-Qashasu Fi al-Qur'an)


Al-Qashas fi al-Qur'an






BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Al Qur’an merupakan salah satu dari beberapa kitab yang diturunkan kepada beberapa Rasul utusan-Nya, Kitab ini merupakan kitab yang idturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Kita semua telah mengetahui bersama bahwa Al Qur’an merupakan kitab yang terakhir diturunkan oleh Allah, kitab ini dapat dikatakan sudah mewakili kitab-kitab sebelumnya, dari segi pokok-pokok ajaran tauhidnya.
Al Qur’an juga merupakan salah satu mukjizat Nabi Muhammad SAW yang paling besar, karena kitab ini tidak akan hilang bersama dengan berkembangnya zaman ini. Kitab ini secara umum tidak hanya berisikan perintah dan larangan Allah semata, di dalam kitab ini juga disebutkan beberapa kisah ummat terdahulu yang bisa kita ambil hikmah dari kisah tersebut untuk diterapkan dalam kehidupan beragama, namun Al Qur’an merupakan kitab sastra yang sangat tinggi, sehingga dalam memahaminya membutuhkan sebuah ilmu yang disebut dengan Ulumul Qur’an, dalam ilmu ini dibahas mengenai kisah-kisah yang ada dalam Al Qur’an.
Berdasar dari uraian diatas, penyusun menyusun makalah ini didasarkan atas keinginan penyusun untuk memudahkan kawan-kawan yang sedang mempelajari ilmu ini (Ulumul Qur’an) dalam mencari materi yang bisa dijadikan sebagai bahan rujukan mereka.

B. Rumusan Masalah
Makalah yang kami susun ini membahas beberapa permasalahan berikut :
1.      Bagaimanakah pengertian kisah dalam Al Qur’an ?
2.      Bagaimanakah karakteristik kisah dalam Al Qur’an ?

C. Tujuan Penulisan
Penyusun menyusun makalah ini bertujuan :
1.      Memudahkan kawan-kawan dalam mencari materi yang membahas kisah-kisah dalam Al Qur’an
2.      Sebagai sumbangan pengetahuan penyusun kepada kawan-kawan khususnya, dan masyarakat pada umumnya
3.      Memenuhi tugas Ulumul Qur’an I dalam menempuh studi di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta























BAB II
PEMBAHASAN MASALAH


A. Pengertian Kisah dalam Al Qur’an
Kata Kisah secara etimologis (bahasa) berasal dari Bahasa Arab, yaitu berasal dari kata القص yang berarti mengikuti jejak, seperti disebutkan sebuah kalimat قصصت أثره artinya saya mengikuti jejaknya.[1] Secara etimologis penggunaan kata ini terdapat dalam firman Allah SWT :
قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آَثَارِهِمَا قَصَصًا
Artinya : “Musa berkata : itulah (tempat) yang kita cari. Lalu keduanya kembali mengkuti jejak mereka semula” (Q.S. Al-Kahfi : 64)[2]
وَقَالَتْ لِأُخْتِهِ قُصِّيهِ فَبَصُرَتْ بِهِ عَنْ جُنُبٍ وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
Artinya : “Dan berkatalah Ibu Musa kepada Saudara Musa yang perempuan : ikutilah dia, maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak mengetahuinya” (Q.S. Al-Qashash : 11)
Kata قصة atau قصص juga berarti الاخبار المتتبعة  (berita yang berurutan), seperti disebutkan dalam firman Allah :
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ
Artinya : “Sesungguhnya ini adalah berita yang benar…” (Q.S. Ali Imran :62)
لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِأُولِي الْأَلْبَابِ
Artinya : “Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang berakal” (Q.S. Yusuf : 111)
Dari segi terminologi (istilah), kata Kisah berarti berita-berita mengenai permasalahan dalam masa-masa yang saling berturut-turut. Sedangkan Qashash dalam Al Qur’an adalah pemberitaan Al Qur’an mengenai hal ihwal ummat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi.[3]

B. Macam-macam Kisah dalam Al Qur’an
Diambil dari sebuah buku yang membahas Ulumul Qur’an, dijelaskan bahwa kisah-kisah dalam Al Qur’an itu terbagi menjadi tiga bagian,[4] penjelasnnya adalah sebagai berikut[5] :
1.      Kisah-kisah para Nabi dan Rasul terdahulu
Tentunya kita semua tahu bahwa tidaksemua Nabi dan Rasul itu disebutkan kisahnya di dalam Al Qur’an, Nabi dan Rasul yang disebutkan dalam Al Qur’an hanyalah 25 orang, dimulai dari Nabi Adam As sampai dengan Nabi Muhammad SAW.
Kemudian dari 25 orang ini, secara garis besar dilihat dari sisi panjang atau singkatnya kisahnya, dapat dijadikan menjadi tiga kelompok :
a.       Kisah yang disebutkan dengan panjang lebar, kisah yang masuk dalam kategori ini adalah kisah dari Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Yusuf, Musa dan Harun, Daud dan Sulaiman, serta Isa ‘alaihimu al-salam. Namun diantara yang lainnya, kisah Nabi Yusuf adalah kisah yang paling panjang, karena diceritakan dengan lengkap, mulai dari masa kecilnya sampai menjadi penguasa di mesir dan dapat berkumpul dengan Bapak dan Saudara-saudaranya.
b.      Kisah yang disebutkan dengan sedang, kisah yang masuk dalam kategori ini adalah kisah dari Nabi Hud, Luth, Shaleh, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, Zakariya dan Yahya ‘alaihimu al-salam.
c.       Kisah yang disebutkan dengan sekilas, kisah yang masuk dalam kategori ini adalah kisah dari Nabi Idris, Ilyasa’ dan Ilyas.
Sedangkan kisah dari Nabi Muhammad SAW, bisa dikategorikan kedalam bagian yang pertama (diceritakan secarapanjang lebar), Karena diceritakan kisah Nabi Muhammad SAW beberapa peristiwa yang terjadi pada zaman beliau, seperti peristiwa yang yang dialami beliau waktu kecil, permulaan dakwah, hijrah, dan beberapa perang yang dialami serta beberapa gambaran kehidupan keluarga beliau.

2.      Kisah ummat, tokoh, atau pribadi (bukan Nabi) dan peristiwa-peristiwa masa lalu
Tokoh yang pertama kali kisahnya diceritakan dalam Al Qur’an adalah dua orang putra Nabi Adam sendiri yaitu Qabil dan Habil, Al Qur’an menceritakan kisah ketika Qabil membunuh saudaranya sendiri Karena akibat dari sifat dengkinya. Inilah pembunuhan pertama yang terjadi dalam sejarah umat islam. Dan masih banyak lagi kisah-kisah seorang tokoh yang diceritakan dalam Al Qur’an, sebagian dari kisah ini antara lain :
a.       Kisah Qarun yang hidup pada zaman Nabi Musa As
b.      Kisah peperangan antara Jalut dan Thalut
c.       Kisah tentang Ashabul Kahfi
d.      Kisah Raja Dzul Qarnain
e.       Kisah kaum Ashabul Ukhdud
f.       Kisah Maryam yang diasuh oleh Nabi Zakariya
Dan beberapa kisah lain yang tidak bisa disebutkan oleh penulis secara lengkap.

3.      Kisah-kisah yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW
Beberapa kisah yang terjadi pada masa Nabi Muhammad juga disebutkan  dalam Al Qur’an, salah satunya yaitu ketika sebelum Nabi lahir Tentara Bergajah melakukan penyerbuan ke Makkah yang bertujuan untuk menghancurkan Ka’bah, yang dipimpin oleh Raja Abrahah. Diceritakan pula kisah Nabi Muhammad waktu kecil dengan statusnya sebagai anak yatim yang miskin dan belum mendapat bimbingan wahyu, dengan bahasa yang singkat dan puitis.
Dan juga peristiwa setelah beliau diangat menjadi Rasul, yaitu peristiwa Isra’ dan Mi’raj, hijrah, perang badar, perang uhud, perang azhab atau perang khandaq, dan perang humain, juga kisah-kisah seputar fathu makkah dan peristiwa lainnya yang juga tidak bisa disebutkan oleh penulis secara lengkap.

C. Karakteristik Kisah dalam Al Qur’an
Beberapa karakteristik kisah-kisah yang disebutkan  dalam Al Qur’an antara lain :
1.      Kisah dalam Al Qur’an tidak diceritakan secara berurutan dan panjang lebar berarti diceritakan secara ringkas, namun terkadang atau bahkan banyak diceritakan secara panjang lebar.
2.   Sebuah kisah terkadang berulang-ulang diceritakan dalam Al Qur’an dan dikemukakan dalam berbagai bentuk yang berbeda-beda.[6]
Kedua karakteristik inilah yang sering menimbulkan pedebatan antara orang-orang yang meyakini kebenaran Al Qur’an dan orang-orang yang meragukan kebenaran Al Qur’an, mengapa kisah-kisah tersebut (dalam Al Qur’an) tidak diceritakan secara kronologis dan sistematis sehingga mudah untuk dipahami, dan juga mereka memandang bahwa pengulangan kisah-kisah itu kurang efektif dan efisien.
 Kemudian mengenai fiktif atau tidaknya kisah-kisah tersebut, Ahmad Khalafullah menyatakan bahwa kisah-kisah dalm Al Qur’an merupakn karya seni yang tunduk pada daya cipta dan kreativitas yang ada dalam seni, tanpa harus memeganginya sebagai kebenaran sejarah, ia juga menyatakan bahwa ulama’ terdahulu telah berbuat salah dengan menganggap bahwa kisah dalam Al Qur’an bisa dipegang[7]i.
Namun demikian dalam Al Qur’an telah banyak dijelskan tentang kebenaran ayat Al Qur’an :
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الرَّسُولُ بِالْحَقِّ مِنْ رَبِّكُمْ فَآَمِنُوا خَيْرًا لَكُمْ وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya : “Wahai manusia, Sesungguhnya telah datang Rasul (Muhammad) itu kepadamu dengan (membawa) kebenaran dari Tuhanmu, Maka berimanlah kamu, Itulah yang lebih baik bagimu. dan jika kamu kafir, (maka kekafiran itu tidak merugikan Allah sedikitpun) karena Sesungguhnya apa yang di langit dan di bumi itu adalah kepunyaan Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (Q.S. An-Nisa’ : 170)
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آَتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ
Artinya : “Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, Yaitu Kitab-Kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap Kitab-Kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu”. (Q.S. Al Ma’idah : 48)
Disamping secara umum firman Allah adalah kebenarang, Allah SWT juga menegaskan secara khusus bahwa kisah dalam Al Qur’an adalah kebenaran seperti dalam ayat berikut :
إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْقَصَصُ الْحَقُّ وَمَا مِنْ إِلَهٍ إِلَّا اللَّهُ وَإِنَّ اللَّهَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Artinya : “Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah; dan Sesungguhnya Allah, Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Ali Imron : 62)
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ نَبَأَهُمْ بِالْحَقِّ إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آَمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى
Artinya : “Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (Q.S. Al Kahfi : 13)
وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ هُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ إِنَّ اللَّهَ بِعِبَادِهِ لَخَبِيرٌ بَصِيرٌ
Artinya : “ Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu Yaitu Al kitab (Al Quran) Itulah yang benar, dengan membenarkan Kitab-Kitab yang sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha mengetahui lagi Maha melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Fatir : 31)

Al Qur’an adalah kitab yang diturunkan dari sisi Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, dalam beritanya tidak ada kecuali sebuah kebenaran.

D. Berulangnya Kisah dalam Al Qur’an
Dari beberapa uraian diatas memang dapat dipahami bahwa sebagian kisah dalam Al Qur’an ada yang diulang-ulang di berbagai tempat dengan gaya bahasa yang berbeda pula, hal itu tentunya mempunyai tujuan, tujuan tersebut antara lain :
1.    Menjelaskan balaghah Al Qur’an dalam tingkat paling tinggi, kidah tersebut diulang pada tempat yang berbeda, dengan uslub yang berbeda pula.
2.    Menunjukkan kehebatan atauj kemukjizatan Al Qur’an, sebab mengungkapkan sesuatu makna dalam berbagai bentuk susunan kalimat, dimana susunan kalimat tersebut tidak dapat ditandingi oleh sastrawan arab yang terkenal hebat juga.
3.    Menunjukkan pentingnya pesan yang disampaikan ayat tersebut, karena pengulangan tersebut dimaksudkan untuk mengukuhkan kandungan kisah dalam ayat tersebut.
4.    Menunjukkan tujuan yang berbeda yang karenanya kisah itu diungkapkan, sebagian dari maknanya diterangkan dalam satu tempat, karena kondisi yang ada hanya membutuhkan. Sedangkan makna-makna lainnya diungkapkan dalam tempat lain sesuia dengan kebutuhan menurut kondisi yang ada[8].

E. Tujuan Kisah dalam Al Qur’an
Tujuan yang melatar belakangi disebutkannya kisah-kisah dalam Al Qur’an adalah sebagai berikut :
1.      Menjelaskan asas-asas dakwah dan pokok-pokok syari’at yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul Allah
2.      Meyakinkan kepada orang-orang yang beriman bahwasanya yang benar itu pasti akan mengalahkan kebatilan
3.      Membenarkan para Nabi terdahulu, mengenang, dan mengabadikan jejak perjuangan mereka
4.      Sebagai bukti bahwa beliau memang benar-benar utusan Allah SWT dan kitab suci Al Qur’an yang dibawanya bena-benar firman Allah
5.      Menjadi pelajaran (ibrah) bagi ummat manusia dari bermacam-macam peristiwa yang diceritakan oleh Al Qur’an[9]








BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kisah-kisah dalam Al Qur’an merupakan kejadian-kejadian pada msa lampau yang terjadi pada ummat terdahulu, terkadang kisah dalam Al Qur’an diceritakan secara berulang-ulang, itu dimaksudan karena pentingnya hikmah yang dapat dipetik dari kisa tersebut.
Kemudian mengenai masalah fiktif atau tidaknya kisah-kisah tersebut, sebagai hamba Allah yang mengimani Al Qur’an secara penuh, tidak selayaknya kita meragukan kebenaran Al Qur’an, karena Al Qur’an diturunkan oleh Dzat yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, juga dalam permasalahan sejarah, pengetahuan kita semua tetaplah samar atau sulit dibuktikan secara jelas. Adapun orang-orang yang meragukan kebenaran Al Qur’an, mungkin mereka mempunyai dasar yang melandasi pernyataan mereka tersebut, namun dalam hal ini tetaplah Allah merupakan Dzat yang lebih mengetahui apa yang diketahui oleh Hamba-Nya.
Banyak tujuan dari diceritakannya kisah-kisah dalam Al Qur’an, tentunya yang paling ditekankan adalah bahwa kebenaran itu pasti akan selalu mengalahkan kebatilan.

B. Saran
Kritik dan saran yang membangun untuk pengembangan karya ini sangatlah dibutuhkan penyusun, mengingat masih banyak kekurangan dari karya ini.







C. Penutup
Alhamdulillah, selalu kita limpahkan puji syukur kita kehadirat Tuhan yang Maha Mengetahui, atas terselesaikannya penyusunan karya ini. Sholawat semoga tetap tercurah kepada Nabi Pengemban Wahyu Al Qur’an, Nabi Muhammad SAW, terakhir penyusun meminta maaf apabila dalam karya ini masih banyak kekurangan-kekurangan, karena itu adalah hal yang manusiawi.




















DAFTAR PUSTAKA

Munawwir, Muhammad Warson. Kamus Al Munawwir. Yogyakarta : UPBIK Pondok Pesantren Krapyak. Tahun 1984
Departemen Agama RI. Al Qur’an dan Terjemahannya. Semarang : Karya Toha Putra. Tahun 2009
Ilyas, Yunahar. Kuliah Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Itqan Publishing. Tahun 2013
Manna’ al-Qattahan.  Mabahits fi Ulum al-Qur’an. Riyadh : Muassasah al-Risalah. Tahun 1976
Chirzin, Muhammad Al Qur’an & Ulumul Qur’an. Yogyakarta : Dhana Bhakti Prima Yasa. Tahun 1998
Mudzakir. Studi Ilmu-ilmu Al Qur’an (Terjemah Manna’ al-Qatthan). Bogor : Litera Antar Nusa. Tahun 2010


[1]  Muhammad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir, (Yogyakarta: UPBIK Pondok Pesantren Krapyak, 1984) Hlm 1243
[2] Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: Karya Toha Putra, 2009) Hlm ….
[3] Yunahar Ilyas, Kuliah Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Itqan Publishing, 2013) Hlm 228
[4] Manna’ al-Qattahan,  Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (Riyadh: Muassasah al-Risalah, 1976) Hlm 306
[5]  Yunahar Ilyas,…Hlm 228-230
[6] Muhammad Chirzin, Al Qur’an & Ulumul Qur’an, (Yogyakarta: Dhana Bhakti Prima Yasa, 1998) Hlm119
[7] Manna’ al-Qattahan,  Mabahits fi Ulum al-Qur’an, (Riyadh: Muassasah al-Risalah, 1976) Hlm 308
[8] Mudzakir, Studi Ilmu-ilmu Al Qur’an (Terjemah Manna’ al-Qatthan), (Bogor: Litera Antar Nusa, 2010) Hlm 438
[9]  Yunahar Ilyas, … Hlm 231-233


5 komentar:

" Berkomentarlah dengan bijak " :)