MAKALAH MUNASABAH AYAT DALAM AL-QUR'AN
Dosen
Pengampu : Muhammad Hidayat Noor,S.Ag. M.Ag
JURUSAN
ILMU AL QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS
USHULUDDIN DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah,
Tuhan seluruh alam. Karena tanpa rahmat dan kasih sayang-Nya, kami tak akan
dapat menyelesaikan makalah kami tepat pada waktunya. Dan tak lupa, sholawat
serta salam semoga senantiasa terlimpah kepada junjungan kita, nabi agung
Muhammad SAW.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah
Ulum al-Qur’an pada semester I dengan mengangkat tema “munasabah”. Diharapkan,
makalah ini akan dapat membuka pengetahuan pembaca mengenai ilmu munasabah
dalam al-Qur’an yang tak banyak diketahui oleh masyarakat awam.
Kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Hidayat Noor, M.Ag selaku
dosen pengampu mata kuliah Ulum al-Qur’an yang telah memberi kami kesempatan
untuk memaparkan materi ini serta telah membimbing kami dalam menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Juga, kepada semua pihak yang telah berperan
dalam penyusunan makalah ini, kami ucapkan terima kasih.
Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari adanya banyak
kekurangan serta kesalahan yang bertebaran di dalamnya, maka kami harapkan
kritik serta saran yang membangun sehingga di kemudian hari akan menjadi lebih
baik. Kami berharap bahwa makalah ini akan bermanfaat bagi pembacanya.
Yogyakarta, 27 September 2013
Penyusun
Daftar Isi
1.
Kata
Pengantar 1
2.
Daftar
Isi 2
3.
BAB
I
A.
Latar
Belakang 3
B.
Rumusan
Masalah 4
C.
Tujuan
Penulisan Makalah 4
4.
BAB
II
A.
Pengertian
Munasabah 5
B.
Bentuk-Bentuk
Munasabah 7
C.
Urgensi
dan Manfaat Mempelajari Munasabah 12
5.
BAB
III
A.
Kesimpulan 15
6.
DAFTAR
PUSTAKA 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Dewasa
ini, ilmu-ilmu mengenai kitab suci umat islam, al-Qur’an al-Karim sudah tidak
terlalu diminati oleh kaum pemuda. Padahal, kaum pemuda saat inilah yang akan
menggantikan dan meneruskan estafet keilmuan pedoman umat islam tersebut.
Padahal, dalam keeharian, al-Qur’an sangatlah berperan aktif dalam setiap
aktivitas dalam masyarakat. Secara tidak sadar, ilmu al-Qur’an telah menjad
bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat muslim, namun sayangnya,
kajian mengenai perkembangan ulum al-Qur’an semakin banyak ditinggalkan.
Al-Qur’an
sebagai pegangan hidup umat islam memegang peran yang sangat besar terhadap
perkembangan keilmuan teologi islam karena al-Qur’an ialah sumber terbesa dan
terpercaya dari seluruh disiplin ilmu pengetahuan baik agama maupun umum. Maka,
kajian terhadap al-Qur’an seharusnya menjadi hal yang sangat menarik dan tak
ada habismya.
Salah
satu kajian dalam disiplin ilmu ini ialah “munasabah”. Istilah tersebut mungkin
terdengar asing untuk kalangan awam, ataupun akademisi yang tidak berkecimpung
di dunia ulum al-Qur’an. Hal ini tentulah sangat disayangkan mengingat betapa
besarnya peran munasabah dalam penafsiran al-Qur’an.
Selama
ini, kebanyakan orang lebih mengenal “asbab an-Nuzul” daripada “munasabah”.
Padahal, dengan mengetahui sebab-sebab turunnya saja, para mufassir (ahli
tafsir) masih mendapat kesulitan dalam menemukan tafsiran yang tepat mengenai
suatu ayat atau surat dalam al-Qur’an. Dengan mengetahui munasabah dalam
al-Qur’an, seseorang akan lebih mudah mengetahui maksud dari suatu ayat ataupun
surat dalam al-Qur’an.
Hubungan
antara ayat ataupun surat dalam al-Qur’an tentulah tidak disususn secara
sembarangan karena setiap penyusunan dalam al-Qur’an memiliki makna yang saling
berkaitan dan sangat membantu dalam penafsiran al-Qur’an. Bahkan, sebagian
mufassir ada yang lebih mempercayai munasabah dalam al-Qur’an daripada asbab
an-nuzul yang belum diketahui betul kebenarannya.
Maka,
diharapkan bahwa para akademisi akan lebih mengenal dan memahami arti munasabah
dalam al-Qur’an sehingga dapat menganalisa keterkaitan antar ayat, surat,
maupun juz dalam al-Qur’an sehingga akan mempermudah mempelajari al-Qur’an dan
mengkaji lebih dalam apa-apa yang terkandung dalam al-Qur’an secara
komprehensif dan ilmiah.
Kami
akan menjelaskan “munasabah” lebih rinci dalam makalah sederhana ini dengan
berpatokan pada tiga pokok pembahasan yang sesuai dengan Rumusan Masalah dalam
makalah ini.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apakah
yang dimaksud dengan Munasabah?
2.
Bagaimana
pembagian golongan Munasabah dalam al-Qur’an?
3.
Apa
Urgensi mempelajari Munasabah
C.
TUJUAN
PENULISAN MAKALAH
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari Munasabah.
2.
Untuk
mengetahui klasifikasi Munasabah dalam al-Qur’an.
3.
Untuk
mengetahui manfaat pembelajaran Munasabah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
MUNASABAH
Secara
etimologis, munasabah berarti al-musykalah dan al-muqarabah yang berarti
“saling menyerupai” dan “saling mendekati”. Secara terminologis, munasabah
berarti adanya keserupaan dan kedekatan diantara berbagai ayat, surat dan
kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan. Hubungan tersebut bisa berbentuk
keterkaitan makna ayat-ayat dan macam-macam hubungan atau keniscayaan adalah
pikiran, seperti hubungan sebab dan musabab, hubungan kesetaraan dan hubungan
perlawanan, munasabah juga dapat dalam bentuk penguatan, penafsiran dan
penggantian.
Adapun
pengertian munasabah yang lain adalah pengertian yang dikemukakan oleh para
imam yaitu: Adapun menurut pengertian terminologi, munasabah dapat
didefinisikan sebagai berikut:
Ø Menurut
az-zarkasyi, munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami. Tatkala di
hadapkan pada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
Ø Menurut
Manna’ al-Qaththan, munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan
di dalam suatu ayat, atau antara ayat pada beberapa ayat, atau antara surat di
dalam al-Qur’an.[1]
Ø Menurut
Ibnu al-Arabi, munasabah keterikatan ayat-ayat al-Qur’an sehingga seolah-olah
merupakan satu ungkapan yang mempunyai satu kesatuan makna dan keteraturan
redaksi.
Selain
itu, menurut Manna’ al-Qaththan munasabah adalah sisi keterikatan antara
beberapa ungkapan di dalam suatu ayat, atau antar ayat pada beberapa ayat atau
antar surat dalam al-Qur’an. M. Quraisy Shihab memberi pengertian munasabah
sebagai kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam
al-Qur’an, baik surat maupun ayat-ayatnya yang menghubungkan uraian satu ayat
dengan yang lainnya. Al-Biqa’i menjelaskan bahwa ilmu munasabah al-Qur’an
adalah suatu ilmu yang mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan susunan atau
urutan-urutan bagian al-Qur’an, baik ayat dengan ayat ataupun surat dengan
surat. Dengan demikian pembahasan munasabah adalah berkisar pada segala macam
hubungan yang ada : seperti hubungan umum atau khusus, rasional dan sensual
atau imajinatif, kausalitas, ‘illat dan ma’lul, kontradiksi dan sebagainya.
Timbulnya ilmu munasabah ini tampaknya
bertolak dari fakta sejarah bahwa susunan ayat dan tertib surat demi surat
al-Qur’an sebagaimana yang terdapat dalam mushaf sekarang (Mushaf Usmani atau
Mushaf Imam), tidak didasarkan fakta kronologis. Kroologis turunnya ayat-ayat
atau surat-surat al-Qur’an tidak diawali dengan Q. S al-Fatihah, tetapi diawali
dengan lima ayat pertama dari Q. S al-‘Alaq. Surat yang kedua turun adalah Q. S
al-Muddatsir. Sementara surat kedua dalam mushaf yang digunakan sekarang adalah
Q. S al-Baqoroh.
B. MACAM-MACAM
MUNASABAH
Berdasarkan kepada beberapa pengertian
sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, pada prinsipnya munasabah al-Qur’an
mencakup hubungan antar kalimat, antar ayat, serta antar surat. Macam-macam
hubungan tersebut apabila diperinci akan menjadi sebagai berikut :
1. Munasabah
antara surat dengan surat.
2. Munasabah
antara nama surat dengan kandungan isinya.
3. Munasabah
antara kalimat dalam satu ayat.
4. Munasabah
antara ayat dengan ayat dalam satu surat.
5. Munasabah
antara ayat dengan isi ayat itu sendiri.
6. Munasabah
antara uraian surat dengan akhir uraian surat.
7. Munasabah
antara akhir surat dengan awal surat berikutnya.
8. Munasabah
antara ayat tentang satu tema.
Dalam
upaya memahami lebih jauh tentang aspek-aspek munasabah yang telah diterangkan
di atas akan diajukan beberapa contoh di bawah ini.
1. Munasabah Antara Surat dengan Surat
Keserasian
hubungan atau mnasabah antar surat ini pada hakikatnya memperlihatkan kaitan
yang erat dari suatu surat dengan surat lainnya. Bentuk munasabah yang
tercermin pada masing-masing surat, kelihatannya memperlihatkan kesatuan tema.
Salah satunya memuat tema sentral, sedangkan surat-surat lainnya menguraikan
sub-sub tema berikut perinciannya, baik secara umum maupun parsial. Salah satu
contoh yang dapat diajukan di sini adalah munasabah yang dapat ditarik pada
tiga surat beruntun, masing-masing Q. S al-Fatihah (1), Q. S al-Baqarah (2), dan Q. S al-Imran (3).
Satu
surah berfungsi menjelaskansurat sebelumnya, misalnya di dalam surat al-Fatihah
/ 1 : 6 disebutkan :
إهدنا
الصراط المستقيم (6)
Artinya
: “Tunjukilah kami jalan yang lurus” (Q. S al-Fatihah / 1 : 6)
Lalu
dijelaskan dalam surat al-Baqarah, bahwa jalan yang lurus itu ialah mengikuti
petunjuk al-Qur’an, sebagaimana disebutkan :
تلك
الكتاب لا ريب فيه هدى للمتقين( 2)
Artinya
: “Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang
bertakwa” (Q. S al-Baqarah / 2 : 2)
2. Munasabah Antara Nama Surat dengan Kandungan Isinya
Nama satu surat pada
dasarnya bersifat tauqifi (tergantung pada petunjuk Allah dan Nabi-Nya). Namun
beberapa bukti menunjukkan bahwa suatu surat terkadang memiliki satu nama dan
terkadang dua nama atau lebih. Tampaknya ada rahasia dibalik nama tersebut.
Para ahli tafsir sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Sayuthi melihat adanya
keterkaitan antara nama-nama surat dengan isi atau uraian yang dimuat dalam
suatu surat. Kaitan antara nama surat dengan isi ini dapat di identifikasikan
sebagai berikut :
a. Nama
diambil dari urgensi isi serta kedudukan surat. Nama surat al-Fatihah disebut
dengan umm al-Kitab karena urgensinya dan disebut dengan al-Fatihah karena
kedudukannya.
b. Nama
diambil dari perumpamaan , peristiwa, kisah atau peran yang menonjol, yang
dipaparkan pada rangkaian ayat-ayatnya; sementara di dalam perumpamaan,
peristiwa, kisah atau peran itu sarat dengan ide. Di sini dapat disebut
nama-nama surat : al-‘Ankabut, al-Fath, al-Fil, al-Lahab dan sebagainya.
c. Nama
sebagai cerminan isi pokoknya, misalnya al-Ikhlas karena mengandung ide pokok
keimanan yang paling mendalam serta kepasrahan : al-Mulk mengandung ide pokok
hakikat kekuasaan dan sebagainya.
d. Nama
diambil dari tema spesifik untuk dijadikan acuan bagi ayat-ayat lain yang
tersebar diberbagai surat. Contoh al-Hajj (dengan spesifik tema haji), al-Nisa’
(dengan spesifik tema tentang tatanan kehidupan rumah tangga). Kata Nisa’ yang
berarti kaum wanita adalah irrig keharmonisan rumah tangga.
e. Nama
diambil dari huruf-huruf tertentu yang terletak dipermulaan surat, sekaligus
untuk menuntut perhatian khusus terhadap ayat-ayat di dalamnya yang memakai
huruf itu. Contohnya : Thaha, Yasin, Shad, dan Qaf.
3. Munasabah Antara Satu Kalimat dengan Kalimat Lainnya dalam Satu Ayat
Munasabah antara satu
kalimat dengan kalimat yang lainnya dalam satu ayat dapat dilihat dari dua
segi. Pertama adanya hubungan langsung antar kalimat secara konkrit yang jika
hilang atau terputus salah satu kalimat akan merusak isi ayat. Identifikasi munasabah
dalam tipe ini memperlihatkan irri-ciri ta’kid / tasydid (penguat / penegasan)
dan tafsir / i’tiradh (interfretasi /penjelasan dan cirri-cirinya). Contoh
sederhana ta’kid :
"فإن لم تفعلوا", diikuti "ولن تفعلوا"
(Q.S al-Baqarah / 2:24).
Contoh
tafsir:
سبحان
الذي اسرى بعبده ليلا من المسجد الحرام الى المسد الأقصى
Kemudian
diikuti dengan (1:17/الإسراء) الذي باركنا حوله لنريه من اياتنا
Kedua masing-masing
kalimat berdiri sendiri, ada hubungan tetapi tidak langsung secara konkrit,
terkadang ada penghubung huruf ‘athaf’ dan terkadang tidak ada. Dalam konteks
ini, munasabahnya terletak pada :
a. Susunan
kalimat-kalimatnya berbentuk rangkaian pertanyaan, perintah dan atau larangan
yang tak dapat diputus dengan fashilah. Salah satu contoh :
ولإن
سألتهم من خلق السماوات والأرض___ليقولون الله___قل الحمد لله (لقمن 25)
b. Munasabah
berbentuk istishrad (penjelasan lebih lanjut). Contoh :
يسألونك
عن الأهله___قل هي___ (البقره 189)
c. Munasabah
berbentuk nazhir / matsil (hubungan sebanding) atau mudhaddah / ta’kis (hubungan
kontradiksi). Contoh :
ليس
البر ان تولوا وجوهكم قبل المشرك والمغرب___ولكن البر___(البقرة 177)
4. Munasabah Antara Ayat dengan Ayat dalam Satu Surat
Untuk melihat munasabah
semacam ini perlu diketahui bahwa ini didaftarkan pada pandangan datar yaitu
meskipun dalam satu surat tersebar sejumlah ayat, namun pada hakikatnya semua
ayat itu tersusun dengan tertib dengan ikatan yang padu sehingga membentuk fikiran
serta jalinan informasi yang sistematis. Untuk menyebut sebuah contoh,
ayat-ayat di awal Q. S al-Baqarah : 1 – 20 memberikan sistematika informasi
tentang keimanan, kekufuran, serta kemunafikan. Untuk mengidentifikasikan
ketiga tipologi iman, kafir dan nifaq, dapat ditarik hubungan ayat-ayat
tersebut.
Misalnya surat
al-Mu’minun dimulai dengan :
قد
افلح المؤمنون
Artinya : “Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman”.
Kemudian dibagian akhir
surat ini ditemukan kalimat
انه
لا يفلح الكافرون
Artinya : “Sesungguhnya
orang-orang yang kafir itu tidak beruntung”.
5. Munasabah Antara Penutup Ayat dengan Isi Ayat Itu
Sendiri
Munasabah pada bagian
ini, Imam al-Sayuthi menyebut empat bentuk yaitu al-Tamkin (mengukuhkan isi
ayat), al-Tashdir (memberikan sandaran isi ayat pada sumbernya), al-Tawsyih
(mempertajam relevansi makna) dan al-Ighal (tambahan penjelasan). Sebagai
contoh :
فتبارك
الله احسن الخالقين
mengukuhkan ثم خلقنا النطفة علقة bahkan mengukuhkan hubungan dengan dua ayat sebelumnya
(al-mukminun: 12-14).
6. Munasabah Antara Awal Uraian Surat dengan Akhir
Uraian Surat
Salah satu rahasia
keajaiban al-Qur’an adalah adanya keserasian serta hubungan yang erat antara
awal uraian suatu surat dengan akhir uraiannya. Sebagai contoh, dikemukakan
oleh al-Zamakhsyari demikian juga al-Kimani bahwa Q. S al-Mu’minun di awali
dengan (respek Tuhan kepada orang-orang mukmin) dan di akhiri dengan (sama
sekali Allah tidak menaruh respek terhadap orang-orang kafir). Dalam Q. S
al-Qasash, al-Sayuthi melihat adanya munasabah antara pembicaraan tentang
perjuangan Nabi Musa menghadapi Fir’aun seperti tergambar pada awal surat
dengan Nabi Muhammad SAW yang menghadapi tekanan kaumnya seperti tergambar pada
situasi yang dihadapi oleh Musa AS dan Muhammad SAW, serta jaminan Allah bahwa
akan memperoleh kemenangan.
7. Munasabah Antara Penutup Suatu Surat dengan Awal
Surat Berikutnya.
Misalnya akhir surat
al-Waqi’ah / 96 :
فسبح
باسم ربك العظيم
“Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha
Besar”.
Lalu surat berikutnya, yakni
surat al-Hadid / 57 : 1 :
سبح
الله ما في السموات والأرض وهو الزيز الحكيم
“Semua yang berada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah
(menyatakan kebesaran Allah). Dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.
8. Munasabah Antar Ayat dengan Satu Tema
Munasabah antar ayat
tentang satu tema ini, sebagaimana dijelaskan oleh al-Sayuthi, pertama-tama
dirintis oleh al-Kisa’i dan al-Sakhawi. Sementara al-Kirmani menggunakan
metodologi munasabah dalam membahas mutasyabih al-Qur’an dengan karyanya yang
berjudul al-Burhan fi Mutasyabih al-Qur’an. Karya yang dinilainya paling bagus
adalah Durrah al-Tanzil wa Gharrat al-Ta’wil oleh Abu ‘Abdullah al-Razi dan
Malak al-Ta’wil oleh Abu Ja’far Ibn al-Zubair.
Munasabah ini sebagai
contoh dapat dikemukakan tentang tema qiwamah (tegaknya suatu kepemimpinan).
Paling tidak terdapat dua ayat yang saling bermunasabah, yakni Q. S al-Nisa’ /
4 : 34 :
الرجال
قوامون على النساء بما فضل الله بعضهم على بعض وبما أنفقوا من أموالهم.
Dan Q. S al-Mujadalah /
58 : 11 :
يرفع
الله الذين امنوا منكم والذين اوتو العلم درجات والله بما تعملون خبير.
Tegaknya qiwamah
(konteks parsialnya qiwamat al-rijal ‘ala al-nisa’) erat sekali kaitannya
dengan faktor ilmu pengetahuan / teknologi dan faktor ekonomi. Q. S an-Nisa’
menunjuk kata kunci “bimaa fadhdhala” dan “al-ilm”. Antara “bimaa fadhdhala”
dengan “yarfa” terdapat kaitan dan keserasian arti dalam kata kunci nilai lebih
yang muncul karena faktor ‘ilm.
Munasabah al-Qur’an
diketahui berdasarkan ijtihad, bukan melalui petunjuk Nabi (tauqifi). Setiap
orang bisa saja menghubung-hubungkan antara berbagai hal dalam kitab al-Qur’an.
C.
URGENSI DAN
MANFAAT MEMPELAJARI MUNASABAH
Mengenai
hubungan antara suatu ayat / surat dengan ayat / surat lain (sebelum /
sesudahnya), tidaklah kalah pentingnya dengan mengetahui sebab nuzulul ayat.
Sebab mengetahui adanya hubungan antara ayat-ayat dan surat itu dapat pula
membantu kita memahami dengan tepat ayat-ayat dan surat-surat yang
bersangkutan. Ilmu al-Qur’an mengenai masalah ini disebut :
Ilmu
ini dapat berpesan mengganti Ilmu Asbabun Nuzul, apabila kita tidak dapat
mengetahui sebab turunnya suatu ayat, tetapi kita bisa mengetahui adanya
relevansi ayat itu dengan ayat lainnya. Sehingga di kalangan ulama timbul
masalah : mana yang didahulukan antara mengetahui sebab turunnya ayat dengan
mengetahui hubungan antara ayat itu dengan ayat lain. Seorang ulama bernama
Burhanuddin al-Biqa’i menyusun kitab yang sangat berharga dalam ilmu ini, yang
diberi nama :
Ada
beberapa pendapat di kalangan ulama tentang : Ada yang berpendapat, bahwa
setiap / surat selalu ada relevansinya dengan ayat / surat lain. Adapula yang
berpendapat, bahwa itu tidak selalu ada hanya memang sebagian besar ayat-ayat
dan surat-surat ada hubungannya satu sama lain. Di samping itu, ada yang
berpendapat, bahwa mudah mencari hubungan antara suatu ayat dengan ayat lain,
tetapi sukar sekali mencari hubungan antara suatu surat dengan surat lain.
Segolongan
dari antara para ulama Islam ada yang berpendapat, bahwa ayat-ayat al-Qur’an
itu satu dengan yang lain tidak ada hubungannya. Tetapi segolongan dari antara
para ulama Islam ada yang berpendapat, bahwa ayat-ayat al-Qur’an itu satu
dengan yang lain ada hubungannya.
Golongan
yang pertama beralasan : oleh karena ayat-ayat al-Qur’an itu di dalam
surat-suratnya tidak dijadikan berbab-bab dan berpasal-pasal dan pada nampaknya
memang tidak teratur, bahkan kadang didapati satu ayat yang berisi perintah
dengan satu ayat lain yang berisi larangan, yang di antaranya sudah diselingi
ayat lain yang berisi qisshah, maka tidak mungkin jadi ayat-ayat itu satu
dengan yang lain ada hubungannya. Selanjutnya dikatakan pula oleh mereka :
“Bahwa perbuatan orang yang memperhubungkan suatu ayat dengan ayat yang lain
itu, adalah suatu perbuatan yang memberatkan diri sendiri”.
Golongan
yang kedua beralasan : oleh karena letak tiap-tiap ayat dan surat al-Qur’an itu
dari sejak diturunkan sudah diatur dan ditertibkan oleh Allah SWT dan Nabi SAW,
tinggal memerintahkan kepada para penulisnya pada waktu ayat-ayat itu
diturunkan tentang letak dan tempatnya tiap-tiap ayat dan surat, maka sudah
barang tentu pimpinan yang sedemikian itu mengandung arti, bahwa tiap-tiap ayat
di dalam al-Qur’an itu satu dengan lainnya ada hubungannya.selanjutnya oleh
mereka dikatakan : “Bahwa sekalipun pada lahirnya ayat-ayat al-Qur’an itu tidak
teratur dan tidak tersusun, tetapi dalam hakikatnya sangat teratur dan tersusun
rapi”.
Kriteria
/ ukuran untuk menetapkan ada / tidaknya munasabah (relevansi) antara ayat-ayat
dan antara surat-surat adalah tamatsul dan tasyabuh (persamaan / persesuaian)
antara maudhu’-maudhu’nya. Maka apabila ayat-ayat / surat-surat itu mengenai
hal-hal yang ada kesamaan / kesatuan yang berhubungan ayat-ayat permulaannya
dengan ayat-ayat penghabisannya maka terdapatlah munasabah / relevansi antara
antara ayat-ayat atau surat-surat secara logis dan dapat diterima. Dan apabila
mengenai ayat-ayat / surat-surat yang berbeda-beda sebab turunnya dan tentang
hal-hal yang tidak sama atau serupa, maka sudah tentu tidak ada munasabah /
relevansi antara ayat-ayat / surat-surat itu.
Dengan kriteria tersebut, maka dapat
dibayangkan bahwa letak / titik persesuaian (munasabah / relevansi)antara
ayat-ayat dan antara surat-surat itu kadang-kadang tampak jelas dan
kadang-kadang tidak tampak, dan bahwa jelasnya letak munasabah antara ayat-ayat
itu sedikit kemungkinannya, sebaliknya terlihatnya dengan jelas letak munasabah
antara surat-surat itu jarang sekali kemungkinannya. Dan hal ini disebabkan
karena pembicaraan mengenai suatu hal jarang bisa sempurna hanya dengan satu
ayat saja. Karena itu berturut-turut beberapa ayat mengenai satu maudhu’ untuk
mengutarakan dan menerangka
تو كيد ا و تفسيراatau
untuk menghubungkan dan memberi penjelasan عطفا و بيا
نا atau untuk mengecualikan dan
mengkhususkan ا ستثناء و حصرا atau untuk menengahi dan mengakhiri
pembicaraan اعتراضا و تذ بيلا sehingga ayat-ayat yang beriring-iringan itu merupakan satu
kelompok ayat yang sebanding dan serupa.
Kedua
pendapat itu baiknya kita pikirkan bersama, karena keduanya adalah dari buah
pikiran mereka masing-masing. Hanya kami berpendapat dan berpendirian, bahwa
kemungkinan besar ayat-ayat yang tertulis di dalam tiap-tiap surat al-Qur’an
itu ada hubungannya satu dengan yang lain.
BAB III
A.
KESIMPULAN
Setiap penyusunan ayat,
surat, maupun juz dalam al-Qur’an memiliki keterkaitan antara satu dengan yang
lainnya. Maka, mempeajari munasabah akan sangat membantu dalam penafsiran
maupun pemahaman kandungan ayat dan surat dalam al-Qur’an. Munasabah sangatlah
berperan dalam menafsirkan al-Qur’an karena tanpa mempelajari dan mengetahui
munasabah, akan sangat sulit untuk menguak isi kandungan dalam setiap ayat
karena tidak semua ayat bisa dipahami secara komprehensif hanya dengan
mengetahui asbab an-Nuzulnya saja.
Namun sayangnya, banyak
yang tidak mengetahui ilmu ini dan terkesan menomorduakan denga asbab an-Nuzul
dalam al-Qur’an. Padahal, penguasaan atas munasabah akan sangat membantu dalam
penyimpulan dan penafsiran al-Qur’an. Mempelajari munasabah tidak hanya akan
menambah wawasan saja, akan tetapi juga akan melatih kepekaan seseorang untuk
melihat suatu kaitan dalam berbagai hal.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Al-Qattan,
Manna’ Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Litera AntarNusa. Bogor. 2012.
2.
Syadali, Ahmad.
Ulumul Quran. Pustaka Setia.Bandung.2000
3.
Direktorat
Pendidkan Madrasah. Tafsir untuk Kelas XII MAK. Aceh Besar. 2011.
[1]
Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Cet.15; Bogor: Litera
AntarNusa, 2012) hlm. 137.
subhanallah
BalasHapusLebihnlengkap ni
BalasHapusmaaf mas boleh tanya
BalasHapuskalau munasabatul ayat 2 dan 3 al baqarah itu bagaimana mas
mohon penjelasannya
Surat al baqarahnya ada keliru akhi,bukan "tilka" tapi "dzalika"
BalasHapusTitanium Bike & Accessories - Classic Accessories - Titanium
BalasHapus› products › titanium dive knife tratties-have- › products › winnerwell titanium stove tratties-have- everquest titanium A titanium 나비효과 bicycle is made of a steel frame, zinc-plated stainless steel that features a unique six nier titanium alloy sided etched handle,
et191 goodr belgium,sandalias alegria,pikolinos sandale,tony bianco boots,freedom moses shoes,garmont shoes women's,tonybiancoargentina,sophia webster mexico,tony bianco uae tz580
BalasHapus